Perbedaan Tujuan Generasi Salaf Dengan Generasi Masa Kini



Sungguh, telah terjadi perbedaan yang amat jauh antara generasi salaf dengan mayoritas kaum muslimin pada masa kini:

Generasi salaf selalu mendahulukan ridho Alloh ta’ala di atas segalanya, bahkan menjadikannya sebagai satu-satunya tujuan hidup.

Adapun kaum muslimin saat ini, mereka menjadikan ridho Alloh ta’ala sebagai tujuan nomer sekian setelah tujuan-tujuan yang sifatnya duniawi dapat mereka capai.

Apabila seorang muslim ingin mencapai tujuannya, yaitu keridho’an Allah ta’ala di dunia terlebih di akhirat, maka segala perkataan dan perbuatannya harus memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Ikhlas karena Allah Ta’ala semata.   
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah Saw.   

Ikhlas maknanya: Memurnikan tujuan hidupnya hanya untuk ta’at kepada al-Ma’buud (yang berhak diibadahi), yaitu Alloh ta’ala, mengkhususkan ibadah hanya untuk diri-Nya, menahan hati agar tidak berpaling kepada makhluk sewaktu berinteropeksi kepada-Nya, dan membuang jauh-jauh segala kotoran yang ada pada amalan.

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah bagi Allah Tuhan Sekalian Alam, tiada sekutu baginya.” (QS. Al-An’am : 162-163)

Alloh ta’ala berfirman dalam hadits qudsi:

“Sungguh, suatu amalan itu jika diniatkan bukan untuk mendapatkan keridho’an Alloh ta’ala, maka amalan tersebut tidak akan bernilai apa-apa, alias hanya sia-sia belaka. Ibarat sampah yang berserakan. Bahkan akan menjadikan bencana bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akherat.”

Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Aku adalah paling tidak memerlukan sekutu, barang siapa yang berbuat suatu amal yang dipersekutukan untuk-Ku dan selain-Ku maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR. Muslim)

Lawan dari Ikhlas adalah Riya’. Pangkal riya’ adalah keinginan memperoleh kedudukan di hati orang lain dengan ucapan dan perbuatan. Riya’ adalah karakter tulen orang munafik. Allah berfirman: “Dan apabila mereka hendak shalat, mereka berdiri dengan malas, mereka riya’ memamerkan amalan kepada manusia...“(QS. An-Nisa’ : 142)

Abdullah bin Mubarak—rahimahullah— pernah berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil karena niat.”

Kemudian syarat yang kedua adalah benar. Yaitu mengikuti sunnah (ajaran) Rasululloh Saw. (ittiba’). Karena suatu amalan, sebanyak apapun jika tidak sesuai dengan sunnah Rasul, maka tidak mempunyai nilai, akan tertolak (tidak diterima), tidak mendapatkan pahala, bahkan bisa mendatangkan murka (adzab) Alloh ta’ala.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwasannya Rosululloh Saw. bersabda:


مَن عمِلَ عَمَلاً لَيسَ علَيهِ أَمرُنا فهوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.” (HR. Muslim dan lainnya)

Imam Fudhail bin Iyadh berkata, “Sesungguhnya sebuah amalan yang ikhlas namun tidak dilakukan dengan benar, tidaklah akan diterima oleh Allah. Begitu pula sebuah amalan yang dilakukan dengan benar tetapi tidak ikhlas, tidaklah akan diterima oleh Allah. Ia baru akan diterima oleh Allah bila dikerjakan dengan ikhlas dan dilkukan dengan cara yang benar.

 Ikhlas adalah beramal semata-mata karena Allah, sedangkan dilakukan dengan benar adalah jika dikerjakan sesuai dengan As-Sunnah.”

No comments:

Powered by Blogger.